BERITACEPAT24 – Suriah, negara yang dahulu dikenal dengan keindahan sejarahnya dan letak geografisnya yang strategis, kini menjadi panggung konflik geopolitik dan kekacauan internal yang tak kunjung usai. Sejak pecahnya perang saudara pada 2011, negara ini tidak pernah benar-benar keluar dari cengkeraman krisis. Kini, lebih dari satu dekade kemudian, Suriah kembali menjadi sorotan internasional, bukan hanya karena ketidakstabilan domestik, tetapi juga akibat serangan udara berulang yang dilakukan oleh Israel. Negara ini ibarat berada di tengah dua api: satu berasal dari dalam negeri, dan satu lagi dari udara.
1. Konflik Internal yang Tak Kunjung Usai
Akar Masalah: Revolusi yang Berubah Jadi Perang
Konflik Suriah bermula dari demonstrasi damai menuntut reformasi demokrasi, yang kemudian berkembang menjadi perang saudara berdarah. Pemerintah Bashar al-Assad menanggapi demonstrasi dengan tindakan represif, memicu perlawanan bersenjata dari berbagai faksi, termasuk kelompok oposisi moderat hingga ekstremis seperti ISIS dan Jabhat al-Nusra.
Kerusakan Infrastruktur dan Krisis Kemanusiaan
Lebih dari 500.000 orang tewas, jutaan lainnya mengungsi, dan kota-kota seperti Aleppo serta Homs hancur lebur. Ekonomi lumpuh, harga barang melonjak, dan akses terhadap layanan dasar seperti air bersih dan listrik menjadi kemewahan.
Ketegangan Etnis dan Sektarian
Suriah adalah rumah bagi berbagai kelompok etnis dan agama, termasuk Arab Sunni, Alawi, Kurdi, Kristen, dan Druze. Ketegangan sektarian meningkat selama konflik, dimanfaatkan oleh berbagai aktor politik dan militer untuk memperkuat basis kekuasaan mereka.
2. Intervensi Asing: Perang Proksi di Tanah Suriah
Suriah telah menjadi medan pertempuran bagi kepentingan global dan regional. Rusia dan Iran mendukung rezim Assad, sementara Amerika Serikat, Turki, dan sekutu barat lainnya mendukung beberapa kelompok oposisi dan pasukan Kurdi. Setiap pihak membawa agenda masing-masing, menjadikan konflik ini sangat kompleks dan sulit diselesaikan.
3. Bayang-Bayang Jet Tempur Israel: Serangan Udara yang Konsisten
Israel dan Ancaman dari Iran
Israel secara terbuka menyatakan bahwa kehadiran militer Iran dan milisi Hizbullah di Suriah adalah ancaman langsung terhadap keamanan nasionalnya. Oleh karena itu, sejak 2013, Israel telah melancarkan ratusan serangan udara ke dalam wilayah Suriah, menargetkan fasilitas militer, gudang senjata, hingga konvoi logistik.
Dampak Langsung dan Tidak Langsung
Meskipun sebagian besar serangan ditujukan pada target Iran atau Hizbullah, namun dampaknya dirasakan oleh warga sipil dan pemerintahan Suriah. Serangan ini memperparah ketegangan di kawasan, memperumit hubungan diplomatik, dan menciptakan rasa ketidakamanan yang berkelanjutan.
Respons Damaskus dan Sekutu
Pemerintah Suriah biasanya menuduh Israel melakukan “agresi terang-terangan”, namun kemampuan untuk membalas serangan terbatas. Sementara itu, Rusia, sekutu utama Suriah, seringkali memainkan peran penyeimbang antara Damaskus dan Tel Aviv, mengingat hubungan pragmatis Moskow dengan kedua pihak.
4. Ketidakpastian Masa Depan: Menuju Perdamaian atau Kekacauan Berulang?
Suriah saat ini sedang menghadapi dilema besar. Di satu sisi, rezim Assad berhasil merebut kembali sebagian besar wilayah dengan bantuan Rusia dan Iran. Di sisi lain, masih banyak wilayah yang tidak berada dalam kendali penuh pemerintah, terutama di wilayah utara yang dikuasai pasukan Kurdi dan oposisi yang didukung Turki.
Pemulihan ekonomi sangat lambat. Sanksi internasional, korupsi dalam negeri, dan runtuhnya nilai tukar pound Suriah membuat warga hidup dalam tekanan luar biasa. Kembalinya pengungsi pun masih jauh dari kenyataan.
5. Peran Dunia Internasional dan Kebutuhan Rekonsiliasi
Tanpa pendekatan diplomatik yang inklusif dan rekonsiliasi nasional yang menyeluruh, masa depan Suriah akan terus berada dalam bahaya. Komunitas internasional perlu mendorong dialog damai yang tidak hanya melibatkan rezim, tetapi juga oposisi, kelompok etnis dan agama, serta masyarakat sipil.
Negara-negara regional seperti Turki, Iran, dan Arab Saudi memiliki tanggung jawab besar untuk tidak memperparah konflik dan mulai membangun kepercayaan politik di kawasan. Di sisi lain, PBB dan organisasi kemanusiaan harus terus menyalurkan bantuan dan mendorong resolusi damai yang berkelanjutan.
Kesimpulan
Suriah, negeri yang dulu menjadi pusat peradaban dan budaya Timur Tengah, kini berada di tengah dua api: pergolakan dalam negeri yang belum reda dan ancaman militer eksternal, khususnya dari Israel. Jalan menuju stabilitas tidaklah mudah, namun bukan berarti mustahil. Perdamaian Suriah bukan hanya kepentingan nasional, tetapi juga merupakan kunci stabilitas kawasan. Di tengah puing-puing kehancuran dan bayang-bayang jet tempur, harapan tetap ada—asal ada kemauan politik dan empati global.
Response (1)